Dari Gelap Menuju Terang: Meneruskan Perjuangan Kartini di Pelosok Negeri


Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Sebuah momen untuk mengenang perjuangan emansipasi dan pendidikan untuk kaum perempuan di Indonesia. Akan tetapi, bukan hanya sekadar mengenang, seharusnya hari ini menjadi refleksi: sudahkah cita-cita Kartini benar-benar sampai ke seluruh perempuan Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah pedalaman dan terpencil?

Pendidikan Perempuan di Pelosok Negeri: Antara Mimpi dan Realita

Di kota-kota besar, akses pendidikan bagi perempuan mungkin bukan lagi menjadi isu utama. Namun di balik gemerlap pembangunan, masih banyak Kartini kecil di pelosok negeri yang harus menempuh perjalanan berjam-jam, menyusuri sungai atau hutan, hanya untuk sampai ke sekolah. Bahkan tak sedikit yang harus rela putus sekolah karena faktor ekonomi, adat, atau minimnya infrastruktur pendidikan.

Saya adalah seorang guru di Sumba Timur Nusa Tenggara Timur (NTT). Saya mendengar dan melihat langsung perjuangan anak-anak perempuan di pedalaman untuk sekolah. Mereka berjuang setiap hari menempuh jalur ekstrim berkilo-kilo meter, agar bisa keluar dari gelapnya kebodohan. Sebagian besar mereka, bahkan berangkat sekolah dalam keadaan perut kosong. Saat ditanya kapan mereka terakhir kali makan? Jawaban mereka rata-rata saat makan malam. Jangan bayangkan menu makan malam mereka memenuhi gizi seimbang. Mereka bisa makan malam dengan rebusan ubi saja sudah sebuah kemewahan.

Keadaan yang amat sulit inilah, membuat mereka menyerah. Banyak anak perempuan yang akhirnya menikah muda karena terbatasnya pilihan hidup. Di beberapa tempat, sekolah hanya ada sampai jenjang SD, sisanya harus menempuh perjalanan lebih jauh lagi ke kota kecamatan atau kabupaten. Di titik-titik itu, mimpi para perempuan muda terkubur pelan-pelan, digantikan oleh rutinitas yang meminggirkan potensi mereka.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur, persentase penduduk perempuan berumur 7–23 tahun di Kabupaten Sumba Timur yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada tahun 2023 adalah 0,43%. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap 1.000 perempuan dalam kelompok usia tersebut, hanya sekitar 4 yang sedang kuliah.

Meneruskan Cahaya yang Pernah Dinyalakan Kartini

Kartini menulis dalam suratnya, “Kami gadis-gadis tidak belajar untuk menjadi yang nomor satu di dunia ini, tapi kami ingin belajar agar kami bisa membantu meringankan penderitaan sesama”.

Semangat itulah yang kini menjadi nyala kecil di antara para pejuang pendidikan di daerah terpencil: guru-guru yang mengabdi di pelosok negeri, komunitas-komunitas literasi lokal, serta perempuan-perempuan muda yang gigih melawan batas. Meski dengan fasilitas minim, mereka mengajar, berbagi, dan berusaha menjadi cahaya di tengah keterbatasan.

Kita pun, di mana saja berada, bisa menjadi bagian dari perjuangan ini. Dengan menyuarakan isu pendidikan perempuan, mendukung program beasiswa untuk anak-anak perempuan di pelosok negeri, mendukung komunitas pendidik yang berjuang di pedalaman, membagikan buku ke wilayah-wilayah terpencil, menjadi sukarelawan mengajar atau sekadar mengapresiasi perjuangan guru dan siswi di pedalaman. Dengan begitu, kita sedang melanjutkan obor Kartini.

Dari Habis Gelap, Menuju Terang yang Merata

Perjuangan Kartini bukan sekedar membuka pintu sekolah untuk perempuan, tapi juga memastikan bahwa pintu itu tetap terbuka bagi semua, termasuk mereka yang paling jauh dari pusat perhatian.

Mari rayakan Hari Kartini bukan hanya dengan kebaya dan unggahan media sosial, tetapi juga dengan aksi nyata yang bisa membawa terang ke tempat-tempat yang masih gelap.

“Mudah-mudahan anak perempuan Indonesia masa mendatang akan hidup dalam keadaan yang lebih baik daripada sekarang. Saya ingin bekerja bukan untuk saya sendiri, tetapi untuk mereka,” tulis Kartini.

Selamat Hari Kartini. Perempuan seluruh negeri berdaya, Indonesia jaya!

Anita Qurroti A’yuni, Lc., M.Pd. adalah guru MIS Insan Robbani Sumba Timur dan anggota Dewan Pengurus Pusat Wihdah Azhariyat Indonesia (WAZIN) Bidang Dakwah dan Pengabdian Masyarakat.

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)