“Dalam tiga hari kemarin, di mana-mana
rakyat Indonesia berpesta, berpawai, arak-arakan mengantar calon gubernur/wakil
gubernur, calon bupati/wakil bupati dan calon walikota/wakil walikota untuk
mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum. Ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia,
baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota, termasuk di Kabupaten Sumba
Timur,” ujarnya di awal khotbah.
Dikatakannya, rakyat tampak bahagia,
riang gembira dan sangat antusias mengiring calon pemimpin yang akan memimpin
mereka dalam waktu lima tahun mendatang.
“Sebagai rakyat yang diberi kesempatan
untuk memilih, maka gunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Pilihlah
pemimpin yang amanah, yang bisa bekerja mewujudkan harapan rakyat, pemimpin
yang mencintai rakyat yang berusaha keras menghapus air mata rakyat, pemimpin
yang tidak akan mengkhianati rakyatnya sendiri dengan mengambil hak-hak rakyat,”
pesannya.
Ustadz Fahrurrozi kemudian mengutip
Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Satu hari bagi pemimpin yang adil itu
lebih baik daripada beribadah selama 60 tahun”.
“Di tangan pemimpin yang adil, akan
lahir kebijakan-kebijakan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sebaliknya, di tangan pemimpin yang curang dan tidak jujur,
kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya untuk membahagiakan kelompok dan golongan
tertentu. Kue pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, oleh
keluarga dan kroni-kroninya saja,” terangnya.
Oleh karena itu, dipesankan kepada para
jamaah agar tidak salah memilih. Sebab kesalahan dalam memilih akan berdampak
pada kehidupan lima tahun mendatang.
Ustadz lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu lalu mengutip kaidah fiqh yang artinya, “Kebijakan pemimpin kepada rakyat yang dipimpinnya itu harus didasarkan pada kemaslahatan”.
“Pilihlah pemimpin yang setiap tarikan nafasnya, setiap hari, setiap detik, selalu memikirkan rakyat, selalu berusaha mendatangkan kemaslahatan atau kebaikan bagi rakyatnya. Pemimpin yang mampu memenuhi hajat hidup rakyatnya. Pemimpin yang paham apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Rakyat butuh pangan, sandang dan papan. Rakyat butuh pendidikan, keamanan dan ketenangan jiwa,” urainya.
Lebih lanjut dipesankan agar memilih pemimpin
yang takut dimintai pertanggungjawaban di Akhirat jika rakyatnya sengsara dan menderita.
Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan yang artinya, “Seandainya ada
seekor keledai jatuh terperosok di Irak karena jalanan rusak, pastilah Allah
SWT akan meminta pertanggungjawaban padaku di Akhirat nanti kenapa tidak
kauperbaiki jalan itu, Ya Umar”.
Walaupun Khalifah Umar tinggal di
Madinah, ia merasa bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan jalan di Irak
yang jaraknya sekitar 1.500 kilometer dari Madinah.
“Pilihlah pemimpin yang selalu
memikirkan bagaimana orang-orang yang dipimpinnya itu sejahtera, tidak
kekurangan apapun, tidak kelaparan, tidak kepanasan. Termasuk infrastruktur
jalan pun harus disiapkan dan diperbaiki. Jangan sampai ada rakyat yang
menderita dan sengsara akibat kerusakan jalan, sehingga menghambat orang
bekerja, berangkat sekolah dan bepergian. Jangan serahkan masa depan daerah ini
kepada orang yang tidak bisa bekerja. Jangan berikan kekuasaan kepada orang
yang hanya memanfaatkan jabatan demi harta kekayaan, untuk memperkaya diri!” pesannya.
Ditekankan kembali, jangan memilih
pemimpin yang menyengsarakan rakyatnya, yang menyakiti hati rakyatnya, yang
menyia-nyiakan amanat yang diberikan oleh rakyat, yang menyelewengkan
kepercayaan rakyat. Mereka menyapa rakyat hanya pada saat pencalonan ketika ada
kepentingan. Datang untuk mengemis-ngemis dan merengek-rengek dukungan. Tetapi
setelah terpilih, pemimpin itu lupa daratan. Sama sekali tidak pernah
memikirkan lagi rakyat yang dulu dimintai dukungan. Pemimpin semacam itu lebih
sibuk memikirkan bagaimana mengembalikan modal kampanyenya dan melupakan
orang-orang miskin dan orang-orang susah yang dulu mendukungnya.
Selanjutnya dikutipkan kisah Raja Thalut dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 247. Menurutnya, kisah
itu mengajarkan bagaimana memilih pemimpin. Yaitu memilih pemimpin bukan karena
kekayaan, bukan karena hartanya melimpah atau uangnya banyak sehingga dapat membeli
suara rakyat. Bukan itu. Tetapi pilihlah pemimpin yang berilmu, mempunyai
pendidikan yang baik dan kondisi fisik yang prima, sehat jasmani rohani.
Di akhir khotbah, Ustadz Fahrurrozi mengingatkan kondisi Kabupaten Sumba Timur yang masuk
kategori Daerah Tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang
Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Di antara indikator yang digunakan
adalah perekonomian masyarakat dan sumber daya manusia.
“Semoga melalui Pilkada ini, kita dapat
menemukan pemimpin yang dapat membawa kemajuan bagi Kabupaten Sumba Timur dan
menghapus predikat daerah tertinggal,” pungkasnya. (sam)