SAMSUMBA.com
- Wakil Ketua
Pengadilan Agama (PA) Waingapu, H. Fahrurrozi Zawawi menjadi khotib di Masjid Agung
Al-Jihad Waingapu Kabupaten Sumba Timur, Jumat (12/7/2024). Orang nomor dua di
PA Waingapu itu menyampaikan pesan kebaikan untuk mengisi tahun 1446 H.
“Jumat hari ini adalah Jumat pertama di
tahun 1446 H. Mari di tahun baru ini, kita menjadi lebih baik lagi. Nabi
Muhammad SAW berpesan kepada kita dalam hadits, Ittaqillaha Haitsuma Kunta,
Wa Atbi’issaiatal Hasanata Tamhuha, Wakhaliqinnasa Bikhuluqin Hasanin. Artinya,
bertakwalah di manapun berada, ikutilah perbuatan buruk itu dengan kebaikan niscaya akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik,” katanya.
Khotib yang biasa disapa dengan sapaan Ustadz
Fahrurrozi itu menjelaskan bahwa orang Islam harus bertakwa (takut kepada Allah
dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya)
di mana pun berada. Dicontohkan perintah shalat. Sesulit apapun kondisi, shalat
harus dilakukan. Keringanan yang diberikan dalam agama tidak sampai menghapus
atau menghilangkan kewajiban shalat.
“Jangan pernah meninggalkan shalat. Walapun
sedang dalam perjalanan jauh, sedang sibuk kerja, lakukan shalat! Kalau tidak
bisa shalat berdiri, boleh duduk, boleh berbaring. Kalau tidak bisa menghadap
kiblat karena naik pesawat atau naik mobil, boleh tidak menghadap kiblat. Kalau
perjalanan jauh atau sakit, boleh dijamak dan qashar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ustadz Fahrurrozi
mengutip hadits Nabi, Man Nasiya Shalatan Au Nama ‘Anha Fakaffaratuha An
Yushalliyaha Idza Dzakaraha. Artinya “Barangsiapa yang terlupa shalatnya,
atau tertidur (sehingga tidak mengerjakan shalat), maka kafarat (denda)-nya
adalah melaksanakan shalat saat ingat”.
“Begitu pun larangan judi dan mabuk.
Tidak ada istilah, karena sedang Ramadhan maka mabuknya libur dulu, nanti
setelah Ramadhan baru kembali minum minuman keras. Tidak. Keharaman judi dan
mabuk selama-lamanya. Tidak ada libur. Takwa tidak ada liburnya. Takwa itu di
mana pun berada dan kapan pun juga,” tegasnya.
Ditambahkan Ustadz Fahrurrozi, orang
Islam tidak boleh korupsi, tidak boleh mengambil uang negara, tidak boleh
mengambil uang rakyat, tidak boleh mengambil uang kantor, tidak boleh mengambil
uang masjid, tidak boleh mengambil barang yang bukan haknya.
“Selanjutnya, iringilah perbuatan buruk
itu dengan kebaikan. Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Nabi-Nabi pun pernah berbuat salah. Tetapi sebaik-baik orang bersalah adalah orang
yang bertaubat, menyesali kesalahannya dan tidak mengulangi lagi, serta
mengiringinya dengan kebaikan-kebaikan. Banyak-banyaklah melakukan kebaikan! Diharapkan
kebaikan itu bisa menghapus kesalahan yang pernah dilakukan,” terangnya.
Ustadz/Hakim kelahiran Pati Jawa Tengah
itu kemudian menguraikan pesan Nabi dalam kelanjutan hadits di atas, pergaulilah
manusia dengan pergaulan yang baik. Lebih-lebih kepada orang yang setiap waktu
selalu bersama, yaitu istri dan tetangga.
Dipesankan kepada para jamaah yang
semuanya adalah Kaum Adam, agar menjaga hubungan baik dengan istri dan
memberikan hak-hak istri. Suami jangan pernah mendzalimi istri dengan
menelantarkan, menyia-nyiakan dan menyakitinya.
“Berbicaralah yang baik kepada istri! Sering
kali laki-laki itu bicara sangat manis kepada para tokoh.
Bicara sangat lembut kepada para pejabat. Tetapi kepada istri sendiri, sering
membentak-bentak, sering kasar. Sayangilah istri, berikan hak-haknya! Berikan nafkah
yang layak kepada istri! Nafkah itu kewajiban, maka setiap awal bulan berikan
nafkah itu kepada istri! Jangan perlakukan istri seperti pengemis, yang harus selalu
meminta-meminta. Ingat hadits Nabi, Kafa Bil Mar’i Itsman An Yudhayyi’a Man
Yaqut. Cukuplah orang itu dinyatakan berdosa ketika dia menelantarkan orang
yang menjadi tanggungannya (istri dan anak-anak),” jelasnya.
Kepada tetangga, sambung Ustadz
Fahrurrozi, harus diperlakukan secara baik. Mengutip hadits Nabi, diterangkan
bahwa berbuat salah kepada tetangga itu dosanya berlipat-lipat dibandingkan
dengan berbuat salah kepada orang-orang yang jauh.
“Karena seharusnya tetangga itu
diayomi, dilindungi. Bukan sebaliknya, ketika tetangga sedang mudik ke Jawa,
wah ini kesempatan untuk mengambil barangnya. Ketika tetangga sedang merantau
ke luar negeri, wah ini kesempatan untuk mengganggu istrinya. Itu seperti pagar
makan tanaman. Dosanya lebih berat ketimbang mencuri sepuluh rumah orang yang
jauh-jauh dan lebih berat daripada mengganggu sepuluh perempuan yang jauh-jauh.
Sama-sama dosa, berbuat salah kepada tetangga itu dosanya lebih berat,” ungkapnya.
Ustadz Fahrurrozi lalu mengingatkan
bahwa sebagai bentuk berbuat baik kepada tetangga, maka tetangga adalah orang
pertama yang harus didahulukan atau diprioritaskan jika ingin menjual aset
kekayaan.
“Rasulullah bersabda, Jaruddar
Ahaqqu Bidariljar Au Al-Ardh. Artinya, tetangga sebelah rumah itu lebih
berhak untuk mendapatkan rumah atau tanah. Maksudnya, jika kita misalnya sudah
lama merantau di Waingapu dan ingin boyongan pulang kampung ke Jawa. Maka,
ketika kita ingin menjual rumah atau tanah,
yang prioritas kita tawarkan adalah ke tetangga lebih dulu,” pesannya.
Di akhir khotbah, Ustadz Fahrurrozi menegaskan kembali pesannya kepada para jamaah agar mengisi tahun 1446 H, lebih baik lagi. Lebih bertakwa, lebih banyak melakukan kebaikan dan semakin baik hubungan dengan sesama manusia. (sam)