SAMSUMBA.com - Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Waingapu, H. Fahrurrozi Zawawi menyampaikan khotbah di Masjid At-Tawwabin Palahau Kelurahan Kamalaputi Kecamatan Waingapu Kabupaten Sumba Timur, Jumat (24/5/2024). Orang nomor dua di PA Waingapu yang akrab disapa Ustadz Fahrurrozi itu membahas seputar hubungan antar umat beragama.
Setelah menyerukan jamaah shalat Jumat untuk
meningkatkan ketakwaaan, Ustadz Fahrurrozi menyerukan untuk meningkatkan rasa
syukur kepada Allah SWT. atas segala kenikmatan yang diberikan. Salah satunya
adalah syukur karena hidup di bumi Indonesia yang penduduknya menjunjung tinggi
kerukunan, persatuan dan perdamaian walaupun berbeda-beda suku, bahasa dan
agama.
“Tidak terkecuali di Pulau Sumba, Nusa
Tenggara Timur yang penduduknya juga beraneka ragam sehingga di sini ada
Kampung Ende, Kampung Bugis, Kampung Arab dan seterusnya. Ada pemeluk agama
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghuchu dan kepercayaan Marapu. Semua
hidup berdampingan secara rukun dan damai. Sungguh ini merupakan anugerah dari
Ilahi yang layak kita syukuri,” katanya.
Selanjutnya, Ustadz Fahrurrozi menyinggung
penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Kabupaten Sumba Timur
Tahun 2024 yang baru saja berakhir.
“Kita baru saja menyelenggarakan
Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Kabupaten Sumba Timur Tahun 2024. Sudah
sepantasnya kita bangga atas prestasi anak-anak kita dalam seni baca Al-Quran.
Ternyata Bumi Sumba ini mampu melahirkan anak-anak yang dapat melantunkan
ayat-ayat suci Al-Quran begitu merdunya, begitu indahnya, seindah keindahan
alam Pulau Sumba,” ujarnya.
Walaupun demikian, sambungnya, Ustadz
Fahrurrozi mengingatkan bahwa mampu membaca Al-Quran bukan menjadi tujuan akhir
dari seorang Muslim. Dengan kemampuan membaca Al-Quran, diharapkan setiap
Muslim dapat meningkatkan level pengetahuannya menjadi mampu memahami isi
kandungan Al-Quran, dan selanjutnya mampu mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.
“Keindahan dan kemerduan lantunan
ayat-ayat suci Al-Quran harus dibarengi dengan keindahan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih-lebih, perilaku yang dapat menguatkan kerukunan,
persatuan dan perdamaian sesama warga negara sesuai dengan semangat Kebangkitan
Nasional yang baru saja kita peringati tanggal 20 Mei, baru-baru ini,” jelasnya.
Ditekankannya, umat Islam harus
menunjukkan sebagai umat yang bisa hidup rukun berdampingan dengan penganut
agama-agama lain, umat yang bisa diajak bekerja sama dalam pembangunan, umat
yang toleran dan memahami perbedaan sebagai aset atau kekuatan untuk bisa
saling mengisi dan melengkapi, umat yang tidak suka permusuhan dan pertengkaran
karena dapat mengancam persatuan kesatuan.
Lebih lanjut, Ustadz/Hakim kelahiran
Pati Jawa Tengah itu menguraikan beberapa ayat suci Al-Quran yang mengajarkan
keluhuran budi dalam berperilaku di tengah-tengah kehidupan bersama umat-umat
yang berbeda agama.
“Pertama, Al-Quran melarang kita menghina
sembahan agama lain. Allah berfirman dalam Surat Al-An’am Ayat 108, Wala
Tasubbul ladzina Yad’una min dunillah. Janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah. Meskipun kita mempercayai
bahwa agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam, namun kita tidak boleh
menjelek-jelekkan, menghujat, mencaci maki dan mencela sembahan-sembahan agama
lain,” terangnya.
Kedua, lanjut Ustadz Fahrurrozi, Al-Quran
melarang umat Islam untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam sebagaimana firman
dalam Surat Al-Baqarah Ayat 256 yang artinya, “Tidak ada paksaan dalam
beragama”. Tidak ada seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk memeluk
agama Islam. Kendatipun umat Islam meyakini Islam sebagai agama yang paling
benar tetapi keyakinan itu tidak boleh dipaksakan kepada orang lain (Non
Muslim).
“Ketiga, Al-Quran memerintahkan kita
agar menyampaikan dakwah itu dengan cara yang baik. Allah berfirman dalam Surat
An-Nahl Ayat 125, Ud'u ila Sabili Rabbika bil Hikmati wal Mau'izhatil Hasanah
wa Jadilhum billati hiya Ahsan. Serulah manusia menuju agama Allah yang
benar, yakni Islam, dengan perkataan yang penuh hikmah yang menjelaskan tentang
kebenaran, dan ucapan yang baik dan lemah lembut tanpa menyakiti. Dan
berbicaralah kamu dengan mereka menggunakan cara yang paling baik berupa
keramahan dan kelembutan, dan ucapan yang penuh kedamaian,” paparnya.
Ditegaskannya bahwa menyampaikan
kebenaran Islam harus dengan cara yang baik, tidak boleh merendahkan dan
mengolok-olok agama lain.
Keempat, tambahnya, Al-Quran tidak
melarang umat Islam berbuat baik kepada umat agama lain. Allah berfirman dalam
Surat Al-Mumtahanah Ayat 8 yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
“Jika ingin melakukan kebaikan kepada
seseorang maka tidak perlu melihat apakah orang itu beragama Islam atau tidak.
Sepanjang orang itu baik, maka perlakukanlah secara baik. Ketika datang Hari
Raya Idul Adha, umat Islam melakukan penyembelihan hewan qurban, maka jangan
dinikmati sendiri oleh umat Islam, bagilah daging-daging sapi dan kambing itu
kepada tetangga-tetangga yang Non Muslim,” tandasnya.
Selain ayat-ayat yang berbicara khusus hubungan antar umat agama, jelas Ustadz Fahrurrozi, masih banyak ayat Al-Quran yang berbicara mengenai kerukunan, persatuan dan perdamaian antar umat beragama, dalam ayat-ayat yang bersifat umum (‘am). Yaitu, ketika Al-Quran memerintahkan untuk berbuat baik, tolong-menolong dan berlaku adil maka itu tidak hanya terhadap umat Islam saja. Akan tetapi juga mencakup Non Muslim. Ketika Al-Quran melarang bertindak kedhaliman dan kerusakan maka itu berlaku umum. Umat Islam tidak boleh menyakiti atau melakukan kedzaliman kepada sesama umat Islam dan juga kepada Non Muslim.
“Marilah kita terus merawat hubungan
baik dengan umat-umat agama lain di Pulau Sumba yang selama ini sudah berjalan
dengan baik. Jaga dan pertahankan kerukunan, persatuan dan perdamaian! Sejarah
mencatat bahwa pada tahun 1957 Pengadilan Agama Waingapu telah berdiri di Bumi
Sumba, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957. Berarti, sudah 67
tahun, lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum Islam berdiri di Bumi
Matawai Amahu Pada Njara Hamu. Dan selama ini tidak ada masalah. Tidak ada yang
mengganggu,” terang Ustadz Fahrurrozi.
Dikatakannya, yang datang dan mengambil
manfaat dari Pengadilan Agama Waingapu pun tidak hanya umat Islam. Tidak
sedikit Non Muslim duduk menjadi pihak beperkara, menjadi kuasa hukum dan
menjadi saksi.
“Sejarah juga mencatat, beberapa
putusan Mahkamah Agung Kamar Peradilan Agama telah memberikan bagian harta
warisan kepada ahli waris yang Non-Muslim melalui mekanisme wasiat wajibah.
Antara lain putusan Nomor 368 K/AG/1995, Nomor 51 K/AG/1999 dan Nomor 16
K/AG/2010,” ungkapnya.
Dijelaskan Ustadz Fahrurrozi, pertimbangan
hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010 pada pokoknya bahwa istri
pewaris walaupun Non Muslim berhak menerima hak wasiat wajibah karena
perkawinannya dengan pewaris cukup lama, yaitu 18 tahun, berarti cukup lama
pula istri mengabdikan diri kepada pewaris. Karena itu, walaupun sang istri
adalah Non Muslim, layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku istri,
yaitu mendapat bagian dari harta peninggalan berupa wasiat wajibah serta bagian
harta bersama.
“Mudah-mudahan kita diberikan oleh
Allah kesehatan, panjang umur, kekuatan dan kemampuan untuk mengamalkan isi
kandungan Al-Quran tentang kerukunan, persatuan dan perdamaian, dalam kehidupan
sehari-hari di Tanah Sumba yang kita cintai ini. Sehingga ayat-ayat suci
Al-Quran, tidak hanya indah dan merdu di-musabaqah-kan saja, lebih dari itu
juga indah dalam bentuk pengamalannya di kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.
(sam)