SAMSUMBA.com
- Jumat (26/4/2024),
Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Waingapu, H. Fahrurrozi Zawawi bertindak
sebagai khotib pada shalat Jumat di Masjid Al-Jihad Waingapu Kabupaten Sumba
Timur. Pada kesempatan itu, khotib membahas seputar kesalahan sesama manusia.
“Selama bulan suci Ramadhan kita sering
berdoa, Ya Tawwab Tub ‘Alaina. Ya Allah Yang Maha Menerima Taubat,
ampunilah kami! Allahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Anna. Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Engkau menyukai maaf, maka maafkan kami!
Kita yakin, kalau kita bersungguh-sungguh memohon ampunan kepada Allah atas
dosa-dosa yang kita perbuat kepada-Nya, Insyallah Allah akan mengampuni,” kata khotib
yang biasa disapa Ustadz Fahrurrozi di permulaan khotbahnya.
Akan tetapi, sambungnya, dosa yang
dimaksud adalah dosa yang berkaitan dengan hambum minallah (hubungan
dengan Allah). Berbeda dengan dosa sosial (hambum minannas) atau
kesalahan kepada sesama manusia.
“Jika kita pernah berbuat kesalahan
kepada orang lain maka penyelesaiannya adalah kita harus memohon maaf kepada orang
tersebut. Rasulullah SAW bersabda, Man Kanat ‘Indahu Mazhlimatun Li-Akhihi
Min ‘Irdhihi Aw Min Syain Falyatahallalhu Minhu. Barangsiapa pernah
melakukan kedzaliman atau kesalahan kepada sesama manusia maka hendaklah segera
minta dihalalkan atau dimaafkan,” jelasnya.
Menurutnya, setelah mendapat ampunan
dari Allah selama bulan suci Ramadhan atas dosa-dosa kepada-Nya, manusia
diperintahkan untuk mohon maaf kepada sesama manusia pada bulan Syawwal atas
kesalahan yang pernah diperbuatnya. Dengan begitu, manusia akan kembali ke
fitrah (suci) karena tidak mempunyai dosa dan kesalahan.
Ustadz Fahrurrozi mengingatkan para
jamaah shalat Jumat agar berhati-hati dalam interaksi sosial sesama manusia,
lebih-lebih dengan orang-orang yang sering bersama, seperti dengan tetangga
atau teman kerja atau siapa saja, jangan sampai menyakiti, membuat derita atau
merugikan mereka. Karena berbuat salah kepada manusia tidak akan terampuni atau
terhapus dengan shalat, mengaji atau ibadah kepada Allah. Akan tetapi,
menghapusnya dengan cara memohon maaf kepada mereka.
“Dengan tetangga, jagalah hubungan
baik, jangan pernah menyakiti. Jangan pernah kita mengambil hak tetangga, jangan
pernah mencangkuli ladang, kebun atau tanah pekarangan tetangga. Rasulullah SAW
bersabda, barangsiapa mengambil tanah orang lain satu jengkal saja secara
dhalim maka kelak di Akhirat ia akan dikalungkan di lehernya tujuh lapis tanah (bumi)
dan di versi hadits lain, nanti di Akhirat ia akan dibenamkan sedalam tujuh
lapis tanah,” terangnya.
Lebih lanjut, Ustadz Fahrurrozi juga
berpesan kepada para jamaah yang semuanya adalah Kaum Adam, supaya menjaga
hubungan baik dengan para istri dan memberikan hak-hak istri. Suami jangan
pernah mendzalimi istri dengan menelantarkan, menyia-nyiakan dan menyakitinya.
“Suami wajib memberi nafkah kepada
istri. Rasulullah SAW menegaskan, Kafa Bil Mar’i Itsman An Yudhayyi’a Man
Yaqut. Cukuplah orang itu dinyatakan berdosa ketika dia menelantarkan orang
yang menjadi tanggungannya. Karena memberi nafkah kepada istri itu wajib, maka
jika tidak diberikan, kata para ulama, La Tasqutu Bi-Mudhiyyiz Zaman, kewajiban
memberikan nafkah itu tidak akan gugur walaupun lewat waktu. Nafkah itu akan diperhitungkan
sebagai utang yang dapat digugat oleh istri sampai kapanpun,” ujar Ustadz/Hakim yang pernah mengenyam pendidikan di bangku MTs Tarbiyatul Banin Winong Pati Jawa Tengah itu.
Selain itu, Ustadz Fahrurrozi juga
berpesan kepada para jamaah untuk berbakti kepada orang tua yang telah melahirkan,
membesarkan dan mendidik hingga menjadi manusia yang berguna saat ini.
“Jangan pernah berbuat dzalim kepada orang tua sendiri. Jangan hanya memikirkan urusan
sendiri, kebahagiaan sendiri tanpa mempedulikan orang tua. Orang tua memang tidak akan meminta, tetapi sebagai anak, kita harus paham. Sering-seringlah mengirim uang atau segala sesuatu sebagai bentuk perhatian dan bakti sebagai anak kepada orang tua. Rasulullah
SAW mengingatkan, Anta Wa Maluka Li-Abika. Kamu dan hartamu itu milik
orang tuamu. Apabila orang tua itu pernah memberikan sesuatu atau hibah kepada
anak, ketahuilah bahwa pada dasarnya hibah itu tidak boleh diambil atau ditarik
kembali. Kita misalnya menghibahkan rumah atau sawah kepada orang lain, haram
hukumnya diminta atau dibatalkan hibah itu. Namun, hibah orang tua kepada anak
boleh dicabut atau ditarik kembali,” tandasnya.
Di akhir khotbahnya, Ustadz Fahrurrozi
menekankan kembali kepada para jamaah agar menjaga hubungan baik dengan sesama manusia,
termasuk hubungan suami kepada istri, hubungan anak kepada orang tua, hubungan kepada
tetangga dan dengan siapapun sesama manusia. Seandainya pernah berbuat kedzaliman
atau kesalahan, maka bersegeralah mohon maaf lahir batin. (sam)