Seusai mengajak meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, Ustadz Fahrurrozi mengajak jamaah shalat Jumat untuk meningkatkan rasa syukur kepada Allah atas segala kenikmatan yang dianugerahkan, yaitu kesehatan dan umur panjang.
“Saat ini kita berada di bulan Sya’ban dan sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadhan. Ada beberapa amalan yang biasa dilakukan umat Islam menjelang bulan suci Ramadhan,” katanya di bagian awal khotbah.
Ustadz Fahrurrozi kemudian mengutip Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid bahwa pada bulan Sya’ban catatan amal manusia dilaporkan kepada Allah dan Nabi suka ketika catatan amal dilaporkan itu dalam keadaan sedang puasa (hadits hasan).
“Pada bulan Sya’ban, Nabi banyak berpuasa. Kita dapat meniru dengan memperbanyak puasa atau dengan melakukan amal shaleh lainnya. Yang penting, saat catatan amal kita dilaporkan kepada Allah, kita sedang melakukan kebaikan,” ujarnya.
Selain itu, umat Islam biasa melakukan amalan pada malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Hal itu, sambungnya, merujuk pada Hadits Nabi yang diriwayatkan Katsir bin Murrah Al-Hadhrami bahwasanya pada malam Nisfu Sya’ban Allah akan memberikan pengampunan kepada penduduk bumi kecuali yang berbuat syirik dan melakukan permusuhan (hadits shahih).
“Besok malam adalah malam Nisfu Sya’ban. Allah akan membuka ampunan bagi seluruh hamba-Nya. Mari pada malam Nisfu Sya’ban, kita menghidupkan syiar Islam dengan mengadakan amalan-amalan kebaikan, seperti membaca Al-Quran, dzikir, istighfar dan doa bersama,” pesannya.
Lebih lanjut, Ustadz Fahrurrozi menjelaskan tradisi umat Islam di berbagai daerah dalam menyambut bulan suci Ramadhan dengan melakukan doa bersama untuk arwah para leluhur yang sudah meninggal dunia.
“Bulan Sya’ban ini oleh orang Jawa disebut bulan Ruwah karena orang Jawa mengadakan Ruwahan. Orang Melayu menyebutnya Beruwah. Kedua kata itu berasal dari arwah, bentuk jamak dari ruh. Disebut demikian, karena pada bulan Sya’ban, umat Islam mengirim doa untuk arwah para leluhur,” terangnya.
Menurut Ustadz kelahiran Pati Jawa Tengah itu, mengirim doa untuk arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia merupakan amalan yang baik. Diuraikannya pendapat Syaikh Al-Azhar Hasan Ma’mun dalam Kitab Syuyukh Al-Azhar ketika ditanyakan, apakah pahala dari bacaan Al-Quran yang dikirim untuk orang meninggal dunia akan sampai.
“Syaikh Hasan Ma’mun berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Quran dan amalan-amalan shaleh yang dikirim untuk orang tua, keluarga dan para leluhur yang sudah meninggal dunia akan sampai dan bermanfaat bagi mereka,” tegasnya.
Syaikh Al-Azhar itu merujuk pada Hadits Nabi dari Anas yang artinya, “Anas bertanya Ya Rasulullah, kami bersedekah untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia, kami menghajikan mereka dan mendoakan mereka, apakah amalan-amalan itu pahalanya akan sampai kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia. Nabi menjawab iya, amalan-amalan itu akan sampai kepada mereka. Sesungguhnya mereka riang gembira dengan kiriman pahala tersebut, sama seperti salah seorang dari kalian riang gembira ketika dikirimi sepiring makanan”.
“Jadi, orang-orang yang sudah meninggal dunia itu akan bahagia jika kita kirimi pahala dari amal shaleh, seperti sedekah, haji, doa dan lain sebagainya. Kebahagiaan mereka diumpamakan oleh Rasulullah SAW seperti kita yang bahagia ketika dikirimi sepiring makanan,” tandasnya.
Oleh karena itu, Ustadz Fahrurrozi menyerukan jamaah agar selalu mengirim pahala dari amal shaleh untuk orang tua, keluarga dan para leluhur yang sudah meninggal dunia, baik dengan doa pada momen Ruwahan maupun dengan amalan-amalan lainnya pada kesempatan yang lain.
Sebelum menutup khotbah, Ustadz Fahrurrozi berpesan kepada jamaah supaya mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Umat Islam harus menyemarakkan syiar Islam.
“Jadikan momen Ramadhan untuk terus menghidupkan syiar Islam, rajin shalat jamaah lima waktu di masjid. Jangan ke masjid tiap Jumatan saja, atau di masjid saat ada pemotongan sapi qurban. Masjid dibangun dengan biaya tidak sedikit hasil sumbangan orang banyak, maka harus dimakmurkan. Jangan shalat tarawih hanya di malam-malam awal saja, seolah-olah setor muka atau absen, tapi selanjutnya tidak pernah kelihatan. Jangan pula berhenti shalat jamaah di masjid begitu selesai Ramadhan,” pungkasnya. (sam)