Khotib Jumat Masjid Baiturrahman Kanjonga Sumba Timur Bahas Ilmu dan Tugas Orang Yang Berilmu

 

SAMSUMBA.com - Khotib Jumat di Masjid Baiturrahman Kanjonga Sumba Timur membahas seputar ilmu dan tugas orang yang berilmu, Jumat (1/12/2023). Khotib dimaksud adalah Ustadz H. Fahrurrozi Zawawi.

Seusai mengajak meningkatkan ketakwaan, Ustadz Fahrurrozi mengajak jamaah shalat Jumat untuk meningkatkan rasa syukur kepada Allah atas segala kenikmatan yang diberikan sebagaimana diperintahkan dalam Al-Quran Surat An-Nahl Ayat 78.

“Sebagai wujud syukur, mari kita gunakan karunia Allah berupa pendengaran, penglihatan dan hati untuk mencari ilmu. Lebih-lebih bagi anak-anak kita yang masih duduk di bangku sekolah. Giat-giatlah menuntut ilmu! Karena ilmu itu juga yang akan merubah kehidupan manusia, akan mengangkat derajat manusia,” ujarnya.

Ustadz Fahrurrozi lalu mengutip firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Mujadalah Ayat 11 yang artinya, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

Oleh karena orang berilmu akan dimuliakan, sambungnya, maka aktivitas menuntut ilmu sangat diapresiasi dan berhak mendapat ganjaran yang luar biasa. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadits yang pada intinya bahwa siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.

Ditambahkan hadits Nabi Muhammad SAW yang lain yang artinya, “Barangsiapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang”.

“Mengapa orang yang menuntut ilmu diperlakukan begitu istimewa? Dimudahkan jalannya menuju surga dan disamakan dengan orang yang berada fi sabilillah. Karena orang yang berilmu itulah yang diharapkan dapat menjaga kehidupan di dunia ini sesuai dengan yang seharusnya, melalui bimbingan dan peringatan yang diberikannya,” terangnya.

Lebih lanjut Ustadz Fahrurrozi mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang mengibaratkan keutamaan orang yang berilmu dengan orang yang ahli ibadah laksana keutamaan bulan di malam purnama di antara bintang-bintang lainnya.

Orang yang berilmu, imbuh Ustadz Fahrurrozi, diibaratkan seperti bulan sebab cahaya bulan menerangi dan menyinari seluruh penjuru bumi sehingga manusia dapat mengambil manfaat dari cahaya itu.

“Orang yang berilmu diharapkan bisa menjadi pembimbing, penerang, penunjuk arah yang benar dan tempat bertanya bagi masyarakat. Dengan begitu, kehidupan di dunia ini selalu berada di rel yang benar dan tidak tersesat atau menyimpang dari ketentuan. Sebab, jika kehidupan manusia tidak dikawal dan diawasi oleh orang yang berilmu, maka berpotensi terjadinya kekacauan. Tiap-tiap manusia bisa berbuat seenaknya, semena-mena dan sewenang-wenang tanpa mempedulikan aturan,” katanya.

Dijelaskan bahwa kehidupan yang berjalan di muka bumi ini diharapkan dapat teratur seperti teraturnya perjalanan tata surya yang tidak berbenturan dan tidak bertabrakan, sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran Surat Yasin Ayat 40, yaitu matahari tidak akan dapat mendahului bulan dan malam tidak juga dapat mendahului siang. Masing-masing dari matahari, bulan dan bintang-bintang beredar atau berjalan di garis edarnya sendiri-sendiri.

“Dengan adanya orang-orang yang berilmu, jika roda kehidupan melenceng atau menyimpang dari jalan yang semestinya maka mereka dapat mengingatkan agar kembali ke jalan yang benar,” tandasnya.

Ustadz Fahrurrozi kemudian mengutip firman Allah dalam Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 122 yang pada pokoknya menyerukan agar suatu komunitas masyarakat mengirim orang-orang pilihan untuk belajar yang sungguh-sungguh. Sebab, jika mereka berhasil memperoleh ilmu pengetahuan yang cukup maka sekembalinya dari menuntut ilmu, mereka diharapkan dapat memberi peringatan kepada kaumnya supaya kaumnya takut kepada siksaan Allah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Ditegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab orang yang berilmu adalah memberi peringatan kepada kaumnya, dengan cara memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran atau disebut amar ma’ruf nahi munkar. Kepada orang yang berilmu diharapkan keaktifan dan kepeduliannya dalam mengawal roda kehidupan. Karena manusia sehebat apapun, sesuci apapun, bisa melakukan kesalahan dan kekhilafan, maka perlu dikontrol dan diawasi. Jangan didiamkan jika ada yang melanggar hukum atau menyalahi rule of game (aturan main). Harus ditegor dan diingatkan.

“Penguasa bisa saja salah membuat kebijakan. Pejabat perencanaan bisa saja salah membuat perencanaan pembangunan. Panglima perang bisa saja salah mengambil keputusan untuk perang. Hakim yang paling tahu hukum pun bisa saja salah menjatuhkan putusan. Di sinilah perlunya orang-orang yang berilmu mengingatkan. Ketahuilah, Fir’aun menjadi Fir’aun bukan semata-mata kesalahan Fir’aun, tetapi juga kesalahan orang-orang yang berilmu karena mereka membiarkan Fir’aun menjelma menjadi Fir’aun. Karena mereka diam dan tidak mengingatkan,” tegas Ustadz asal Pati Jawa Tengah itu.

Ustadz Fahrurrozi menyarankan kepada orang yang ahli di bidang ekonomi harus menyampaikan nasihat/peringatan jika ada kesalahan dalam pengelolaan ekonomi. Ahli politik harus menyampaikan nasihat/peringatan jika ada kesalahan dalam pengelolaan politik. Ahli hukum harus menyampaikan nasihat/peringatan jika ada kesalahan dalam pengelolaan hukum.

“Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata, Idza Sakata al-’Alim Taqiyyah wa al-Jahil Yajhal fa Mata Yazhhar al-Haq. Artinya, jika orang yang berilmu itu diam saja, karena mencari aman, sementara orang bodoh terus-menerus melakukan kebodohannya, maka kapan kebenaran itu akan muncul,” ungkap Ustadz yang juga Wakil Ketua Pengadilan Agama Waingapu itu.

Menurut Ustadz Fahrurrozi, orang itu masuk kategori sombong ketika dia berada di jalan yang salah tetapi tidak menyadari kesalahannya dan tidak mau menerima saat diingatkan. Maka, kepada orang-orang yang berilmu, dipesan untuk terus bersuara, menyuarakan kebenaran dan keadilan. Berikanlah peringatan, supaya orang-orang yang salah jalan itu kembali ke jalan yang lurus.

“Dalam kitab Syarh Thariqah Muhammadiyyah karya Muhammad bin Mustafa al-Khadimi disebutkan, At-Takabbur ‘ala al-Mutakabbir Shadaqah liannahu Idza Tawadha’at lahu Tamada fi Dhalalih wa Idza Takabbarta ‘alaihi Tanabbah. Artinya, berbuat sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah. Karena jika Anda bersikap tawadhu (merendahkan diri) di hadapan orang sombong maka itu akan menyebabkan dirinya terus-menerus berada dalam kesesatan. Namun, jika Anda bersikap sombong maka dia akan sadar,” pungkasnya. (sam)

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)