Di awalnya khotbahnya, Ustadz Fahrurrozi mengajak jamaah shalat Jumat untuk mendoakan saudara-saudaranya di Palestina agar diberikan pertolongan, perlindungan dan keselamatan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Juga, mendoakan Palestina supaya segera menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, sehingga rakyatnya dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan nyaman tanpa ada gangguan dan hambatan.
Setelah itu, Ustadz Fahrurrozi mengingatkan bahwa besok tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan itu dilakukan sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada guru atas jasanya dalam mendidik anak-anak menyiapkan masa depannya.
“Harus kita akui, kita bisa membaca, menulis, berhitung, mengaji, shalat, mendoakan orang tua, itu semua karena diajarkan oleh guru. Kita bisa pintar karena guru. Kita bisa menduduki jabatan tinggi dan mempunyai kekayaan yang melimpah karena ilmu pengetahuan yang diajarkan guru. Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terimakasihku. Tuk pengabdianmu,” katanya.
Pendidikan, sambungnya, adalah tanggung jawab bersama antara guru / sekolah, pemerintah, orang tua dan masyarakat semua. Semua pihak harus ambil bagian, berpartisipasi dan melibatkan diri dalam program mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena, anak-anak yang sekarang duduk di bangku sekolah itulah generasi penerus yang akan melanjutkan memimpin Republik ini. Di pundak mereka digantungkan harapan akan masa depan negeri ini.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa untuk menjamin keberlangsungan pengajaran kepada murid-murid, harus dipastikan guru-guru itu sejahtera, mereka harus tercukupi kebutuhan sehari-harinya sehingga tidak perlu mengobjek atau membuka usaha lagi, karena itu akan menyita waktu. Guru-guru perlu waktu untuk istirahat yang cukup dan waktu untuk mempersiapkan pelajaran.
“Jika waktu sepulang sekolah digunakan untuk mencari tambahan penghasilan maka waktu istirahatnya akan berkurang dan bisa-bisa mereka tidak sempat menyiapkan pelajaran. Para orang tua/wali murid, masyarakat dan terutama pemerintah yang mempunyai kewenangan di bidang anggaran, harus memikirkan kesejahteraan guru. Jangan sampai ada anak-anak yang tidak mendapat pelajaran karena gurunya tidak masuk, gurunya tidak bisa beli bensin untuk berangkat ke sekolah,” tegas Ustadz yang pernah mengenyam pendidikan di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Jember itu.
Kepada jamaah, Ustadz Fahrurrozi mengingatkan bahwa walaupun guru tugasnya mengajar dan mendidik murid-murid, tidak bisa urusan pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada guru. Jangan berpikir, kalau sudah membayar SPP dan biaya-biaya pendidikan, lantas orang tua murid terbebas dari tanggung jawab, tinggal berpangku tangan, tidak mau tahu urusan pendidikan. Orang tua harus mendukung program sekolah. Jangan sampai guru di sekolah mengajarkan nilai-nilai kebaikan, tetapi praktik di rumah bertolak belakang atau tidak mendukung.
“Misalnya, guru di sekolah mengajarkan agar anak menjaga shalat lima waktu sebagaimana diperintahkan dalam agama. Jangan sampai guru di sekolah sudah mati-matian memerintahkan muridnya untuk shalat, tetapi di rumah orang tua sendiri malah tidak shalat. Orang tua tidak peduli apakah anaknya shalat atau tidak. Padahal, seharusnya orang tualah yang mengontrol apakah ada penghuni rumah yang belum melaksanakan kewajiban shalat,” tandasnya.
Ustadz Fahrurrozi lalu mengutip firman Allah dalam Al-Quran Surat Thaha Ayat 132 yang artinya, “Perintahkanlah kepada keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakan shalat dan bersabar dalam memerintahkan keluargamu untuk shalat”.
“Seharusnya orang tua juga mempunyai kepedulian yang sama dengan guru di sekolah untuk menanamkan adanya perintah shalat,” pesannya.
Selain shalat, Ustadz Fahrurrozi juga mencontohkan gaya hidup. Misalnya guru di sekolah mengajarkan agar anak hidup sederhana dan hemat sebagaimana dipesankan Allah dalam Al-Quran Surat Al-A’raf Ayat 31 dan Al-Isra Ayat 26.
“Jangan sampai guru di sekolah sangat serius mengingatkan muridnya agar hidup sederhana dan hemat, tetapi di rumah orang tua mempraktikkan gaya hidup hedon, yang hanya mengejar kesenangan duniawi, berfoya-foya, bermegah-megahan, suka membeli barang secara berlebih-lebihan, suka menghambur-hamburkan harta dan suka memamerkan kemewahan,” ungkapnya.
Orang tua, lanjutnya, harus menyadari bahwa waktu anak berada di sekolah itu tidak begitu lama. Anak-anak lebih lama berada di rumah. Maka, peran orang tua sangat penting. Banyak yang salah memperlakukan anak. Dikira, menyayangi anak itu dengan cara menuruti semua keinginan anak. Anak ingin HP, dibelikan. Anak ingin barang elektronik yang mahal, dibelikan. Anak-anak harus diedukasi, dididik apa manfaatnya anak-anak memiliki barang itu. Ditimbang mana yang lebih besar manfaatnya atau mudharatnya.
“Di samping itu, anak-anak juga jangan dibiasakan untuk mendapatkan sesuatu secara mudah. Ingin ini dituruti. Ingin itu dituruti. Anak harus diajarkan perjuangan, kerja keras. Bahwa untuk meraih sesuatu itu melalui proses. Tidak bisa langsung ujug-ujug. Pengen ini, langsung diusahakan. Tak ada sesuatu yang instan, semua perlu waktu dan usaha untuk menggapainya. Anak jangan ditanamkan sikap untuk dengan mudah mengandalkan orang tua. Dikit-dikit ini orang tuaku,” ujarnya.
Ustadz Fahrurrozi kemudian mengutip pepatah Arab, Innal Fata Man Yaqul Ha Ana Dza, Laisal Fata Man Yaqul Kana Abi. Artinya, “Pemuda itu orang yang mengatakan inilah aku. Bukanlah disebut pemuda, orang yang mengatakan ini bapakku”.
“Bukanlah disebut pemuda, orang yang suka membanggakan orang tuanya. Bukanlah disebut pemuda, orang yang suka menggunakan jabatan orang tuanya untuk meraih kekuasaan. Bukanlah disebut pemuda, orang yang suka memanfaatkan jabatan orang tuanya untuk membangun kerajaan bisnisnya,” tegas Ustadz asal Pati Jawa Tengah itu.
Selanjutnya Ustadz Fahrurrozi mengingatkan bahwa kecintaan kepada anak tidak boleh membabi buta. Karena bisa jadi justru anak itu akan membawa petaka dan celaka. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Anfal Ayat 28 yang artinya, “Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai fitnah (ujian/cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
“Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam Tafsir As-Sa’di mengatakan, karena hamba diuji dengan harta dan anak-anaknya dan mungkin saja kecintaannya mendorongnya mendahulukan hawa nafsunya di atas amanatnya, maka Allah memberitahukan bahwa harta benda dan anak adalah fitnah yang dengannya Allah menguji hamba-Nya. Jika kamu memiliki akal dan pikiran maka dahulukanlah karunia Allah yang besar dibandingkan kenikmatan kecil yang akan lenyap dan fana. Orang yang berakal akan menimbang segala urusan, dia tahu mana yang mesti didahulukan dan dikedepankan,” urainya.
“Akhirnya, sebagai orang tua dan masyarakat, mari kita dukung dan support pendidikan anak-anak kita demi menyongsong masa depan yang lebih baik. Mari kita katakan kepada para guru dan kepada pihak sekolah, bahwa mereka tidak sendiri, tapi kita ada di sini, siap ikut berjuang dan berkhidmat memajukan pendidikan anak-anak bangsa,” pungkas suami dari Ustadzah Anita Qurroti A’yuni itu. (au)