Perempuan dalam Mengisi Kemerdekaan


Oleh Anita Qurroti A’yuni, Lc., M.Pd.

(Guru di Waingapu, Sumba Timur, NTT)

 

Indonesia telah merdeka 78 tahun yang lalu dan kita sebagai bangsa Indonesia patut menanyakan kepada diri kita, apa yang sudah kita berikan pada negeri ini. Para pahlawan telah mengorbankan segalanya agar kemerdekaan ini terwujud. Mereka bercita-cita supaya negeri ini dapat mengelola sumber dayanya sendiri sehingga bisa mendatangkan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat. Untuk mencapai cita-cita itu, apapun mereka lakukan meski sampai merenggut semua yang mereka miliki, dari harta benda bahkan sampai nyawa.

Atmosfer kemerdekaan telah tercipta untuk kita, berkat pengorbanan para pahlawan yang tak terhingga. Maka, sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa, untuk melanjutkan estafet perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan ini sebaik-baiknya.

Lalu, bagaimana perempuan Indonesia seharusnya mengisi kemerdekaan? Dalam diri perempuan sekurang-kurangnya terdapat dua fungsi, yaitu sebagai ibu dan istri. Sebagai ibu, perempuan berperan besar dalam melahirkan generasi penerus bangsa ini. Kualitas hidup seorang anak manusia mulai ditentukan begitu sebuah benih telah tertanam dalam rahim perempuan. Ketika perempuan menjaganya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, akan lahir tunas bangsa yang berkualitas. Namun ketika perempuan tidak memedulikan apa yang tertanam di rahimnya, tidak mustahil tunas itu akan gagal tumbuh menjadi generasi yang berkualitas. Maka, perempuan sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. 

Presiden Soekarno adalah tokoh yang sangat memuliakan ibunya. Baginya, ibu adalah segalanya di dunia ini, sebagaimana yang ditulis Cindy Adams dalam biografi Bung Karno yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, “Bila tidak ada sesuatu untuk dimakan, bila nampaknya aku tidak punya apa-apa di dunia ini selain dari ibu, aku lengket padanya karena dia adalah satu-satunya sumber pemuas hatiku, dia adalah permen yang tidak dapat kumiliki dan dia adalah semua milikku yang ada di dunia ini. Oh, ibu memiliki hati yang begitu besar.” Lihatlah bagaimana seorang pejuang, pemimpin besar, proklamator kemerdekaan, pendiri negeri ini dan presiden pertama Indonesia ditempa dan dibentuk oleh kasih sayang yang cukup dari seorang ibu. Demikian besar sentuhan seorang ibu untuk masa depan anak-anaknya.

Sebagai seorang ibu, tugas perempuan tidak berhenti pada melahirkan generasi penerus. Ia juga menjadi seorang pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di tangan para ibu, para tunas pemimpin bangsa dibentuk. Raden Ajeng Kartini, dalam suratnya kepada Prof. Dr. G.K. Anton dan Nyonya, tanggal 4 Oktober 1902 menulis, “Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh ibu alam sendiri ke dalam tangannya agar menjadi ibu yang menjadi pendidik anak-anak mereka. Ibu adalah pusat kehidupan rumah tangga. Kepada mereka dibebankan tugas besar mendidik anak-anaknya, pendidikan yang akan membentuk budi pekertinya. Berilah pendidikan yang baik bagi anak-anak perempuan. Siapkanlah dia masak-masak untuk menjalankan tugasnya yang berat.

Kartini menginginkan anak-anak perempuan mendapat pendidikan. Kelak mereka akan menjadi seorang ibu yang akan menjalankan tugas yang demikian berat. Mereka akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Layak bagi para perempuan mendapatkan pendidikan setinggi-tinggi dan sebaik-baiknya, karena semua itu akan kembali pada lahirnya generasi yang unggul. Maka dari itu, mari kita kaum ibu menjalankan fungsi kita dengan sebaik-baiknya sebagai pendidik anak-anak. Sehebat apapun karir seorang ibu di luar rumah, ketika menginjakkan kaki di rumah, jadilah seorang ibu yang penuh perhatian dan kasih sayang mendidik anak-anaknya. Karena memang itulah sejatinya tugas kita sebagai seorang ibu. Dan dalam mengisi kemerdekaan ini marilah para ibu menanamkan sejak dini kepada anak-anak, akan nilai-nilai keluhuran budi pekerti, isi benaknya dengan pengetahuan yang bermanfaat serta bentuk karakternya menjadi anak yang cinta dengan tanah airnya. Sehingga ketika kelak mereka dewasa dapat meneruskan perjuangan membangun negeri yang susah payah diperjuangkan kemerdekaannya ini oleh para pahlawan bangsa.

Sementara itu, sebagai istri, perempuan memberi pengaruh yang sangat besar bagi suaminya. Istri adalah belahan jiwa bagi suami. Ia memiliki sumbangan besar dalam menjaga kedamaian dan ketenangan suami. Ketika istri senantiasa menghadirkan ketenangan bagi jiwa suami, maka suami pun akan tenang dalam menjalankan tugasnya dalam mencari nafkah.

Sedekat apapun seorang laki-laki dengan rekan-rekan kerjanya, tetap lebih dekat ia dengan istrinya. Tidak mustahil, keputusan penting diambil oleh sang suami saat di atas tempat tidur. Maka, istri yang baik akan membawa kebaikan bagi pengambilan keputusan suaminya. Karena itu, ada ungkapan mengatakan bahwa di balik kesuksesan seorang pria, ada perempuan hebat di belakangnya. 

Masih  ingat  Presiden  Amerika  Bill  Clinton?  Apa  rahasia kesuksesannya melenggang ke Gedung  Putih?  Saat  kampanye pemilu tahun 1992 melawan incumbent, George H. W. Bush,  ia  selalu  mengatakan, buy one, get one free” (pilih aku sama dengan beli satu dapat dua). Maksudnya, dengan memilih Clinton tidak saja mendapatkan Clinton tetapi juga istrinya, Hillary Rodham. Dan benar, Clinton akhirnya berhasil mengalahkan Bush Senior. Ia juga terpilih untuk masa jabatan yang kedua kalinya. Kesuksesan Clinton itu tidak bisa lepas dari peran istrinya.

Istri yang baik akan mendorong suaminya untuk terus berkarya menjadi manusia yang berguna, yang dapat memberikan kemanfaatan bagi umat manusia. Istri yang baik tidak akan menuntut apa yang tidak bisa suami berikan kepadanya. Jika istri menuntut lebih dari apa yang dihasilkan suami, tentu suami tidak tenang bekerja di kantor dan bisa jadi mencari-cari dari jalan yang tidak halal. Istri yang baik akan selalu mengingatkan suami agar membawa pulang rizki yang halal dan tidak tergoda dengan segala macam penyimpangan seperti suap dan korupsi. Sebagai bentuk kontrol kepada suami, setiap kali diberikan hadiah, istri tak perlu segan dan sungkan untuk bertanya, “min aina laka hadza” (darimana kau dapatkan ini).

Dengan menjalankan peran yang baik sebagai ibu dan istri, berarti perempuan turut membangun negeri ini. Mengisi kemerdekaan bagi perempuan tidak berarti harus sama seperti laki-laki. Kalaupun perempuan mau bekerja di luar rumah dan aktif berorganisasi, itu juga baik. Asal peran utama sebagai ibu dan istri tidak dilalaikan.

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)