Pengajian Khulafaur Rasyidin Waingapu Bahas Nilai-Nilai dalam Lagu Pengorbanan Haji Rhoma Irama

 

SAMSUMBA.com - Seperti biasa, setiap Kamis malam Komunitas Khulafaur Rasyidin Waingapu, Sumba Timur menggelar pengajian rutin. Tempatnya berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Pengajian kali ini, Kamis (6/7/2023) bertempat di rumah Bapak Muhammad Hardinata, Jalan Muara Pantai Pakamburung. Yang menjadi penceramah adalah Ustadz H. Fahrurrozi Zawawi.

Dalam ceramahnya, Ustadz Fahrurrozi mengupas nilai-nilai dalam Lagu Pengorbanan ciptaan Haji Rhoma Irama. Menurutnya, lagu itu relevan dengan suasana sekarang yang baru saja merayakan Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Qurban dan juga sesuai dengan kondisi Pulau Sumba yang memerlukan pengorbanan.

“Haji Rhoma Irama mengatakan, perjuangan takkan terelakkan, dalam menempuh kehidupan. Itu satu keniscayaan. Betul sekali, dalam hidup kita tidak akan lepas dari perjuangan,” katanya di awal ceramah.

Dijelaskannya, Islam bisa masuk bumi Indonesia itu berkat perjuangan. Para saudagar dari Arab, Yaman datang ke Indonesia. Mereka meninggalkan keluarga, meninggalkan istri demi berjuang membawa agama Islam.

“Salah satunya yang datang dari Arab Yaman itu adalah Habib Husein Algadrie. Beliau mempunyai anak bernama Syarif Abdurrahman Algadrie yang mendirikan Kerajaan Kadriah Pontianak. Salah satu cucu Syarif Abdurrahman Algadrie bernama Syarif Abdurrahman bin Abubakar datang ke Pulau Sumba. Beliau mendirikan Kota Waingapu. Itu perjuangan. Bayangkan! Beliau waktu itu tinggal di Pontianak, mau datang ke Sumba. Jadi, hidup itu tidak akan lepas dari perjuangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ustadz Fahrurrozi menceritakan begitu bangganya panglima perang zaman Nabi Muhammad SAW bernama Khalid bin Walid yang sudah mengikuti dan memimpin banyak peperangan.

“Akan tetapi, ketika mau meninggal dunia beliau menangis. Kenapa? Di tubuh saya ini ada sekitar 70 sayatan tombak, pedang. Begitu banyaknya peperangan dilaluinya, yang seharusnya beliau akan bangga ketika meninggal kena tombak atau pedang, lha kok meninggal di atas ranjang. Itu kurang membanggakan. Jiwa seorang pejuang (syahid/syuhada) akan bangga kalau mati dalam perjuangan,” tegasnya.

Umat Islam, sambungnya, tidak perlu risau kalau harus kerja keras bergotong royong, mengangkat pasir, kerikil dan semen untuk membangun fasilitas umat. Justru harus bangga kalau meninggal dalam keadaan sedang berjuang. Jadi, hidup itu perjuangan dan apa arti hidup tanpa perjuangan.

“Selesai satu perjuangan, jangan berhenti. Kanatang selesai ya cari perjuangan yang lain. Al-Quran menegaskan dalam Surat Alam Nasyrah, Faidza Faraghta Fanshab. Jika selesai satu pekerjaan, selesaikan pekerjaan yang lain. Kalau bangun Masjid Kanatang selesai ya sekarang kita pikirkan yang lain. Kita lihat bagaimana saudara-saudara kita yang di Kaliuda, Waijelu dan daerah-daerah terluar, terjauh, termarjinalkan. Hidup harus penuh dengan perjuangan,” tandasnya.

Ustadz kelahiran Pati Jawa tengah itu lalu menyebutkan kelanjutan lagu Haji Rhoma Irama, pengorbanan pasti dibutuhkan, dalam setiap perjuangan.

“Hidup tak akan lepas dari perjuangan. Namanya perjuangan butuh pengorbanan. Kita harus iuran semen, iuran pasir, harus ini. Itu pasti. Kita mau safari Ramadhan keluar uang untuk beli seng, untuk beli ini. Namanya perjuangan pasti butuh pengorbanan. Jiwa raga kita. Harusnya malam tidur nyenyak, kita harus rapat, karena besok mau pengecoran. Akhirnya kita kurang tidur, keluar uang, keluar tenaga, harus angkat semen, harus angkat bata, harus naikkan ke truk. Perjuangan memang perlu pengorbanan,” paparnya.

Perjuangan yang dimaksud, dicontohkan oleh Haji Rhoma Irama dalam lagunya adalah berjuang demi kebenaran, berjuang demi keadilan, berjuang demi cita-cita, bahkan berjuang demi cinta.

“Ketika ada hak-hak yang terinjak, diperjuangakan. Ada keadilan yang ternodai, diperjuangkan. Termasuk cita-cita. Cita-citanya apa ya diperjuangkan. Ingin jadi polisi ya harus lari setiap hari, harus naik kuda, bodi harus kuat, harus sungguh-sungguh,” urainya.

Ustadz Fahrurrozi mengapresiasi bapak-bapak yang malam hari itu akan berangkat menaiki Kapal Egon menuju Pulau Jawa demi memperjuangkan cita-cita 5 anak Pulau Sumba.

“Bahkan berjuang demi cinta. Demi cinta rela mengeluarkan kuda, padahal mahal kuda itu. Demi cinta, 20 kuda ya siap,” tuturnya.

Selain dalam perjuangan, diterangkannya medan pengorbanan lainnya menurut Haji Rhoma Irama adalah dalam persahabatan.

“Pengorbanan dalam pergaulan, sering kali kita temukan. Demi teman, tak putus berteman. Terkadang perlu pengorbanan. Direlakan penderitaan sendiri. Demi kebahagiaan seorang teman. Dikorbankan kepentingannya pribadi. Demi tak merusak persahabatan. Cintanya seorang kekasih, bertirai birahi. Tapi cinta teman sejati, berhiaskan budi,” ungkap Ustadz Fahrurrozi membacakan Lagu Pengorbanan.

Ayah dari Fayad dan Ausam itu kemudian menceritakan pengorbanan seorang ulama besar bernama Hasan Basri. Disebutkan dalam Kitab Al-Imta' wal Muanasah karya Abu Hayyan At-Tauhidi, bahwa Hasan Basri mempunyai tetangga beragama Nasrani yang tinggal tepat di atas rumahnya. Rupanya tetangga itu memiliki kamar mandi yang bocor saluran airnya dan merembes sampai rumah di bawahnya, yaitu rumah Hasan Basri. Ditaruhkan ember di bawah saluran air itu. Setiap kali ember itu penuh, Hasan Basri membuangnya. Hasan Basri tidak mendatanginya untuk protes, tidak mengadukan ke Ketua Rukun Tetangga (RT) atau melaporkan ke kepolisian.

“Sampai suatu ketika, Hasan Basri sakit. Datanglah tetangga Nasrani tadi menjenguknya. Dilihatnya saluran air yang merembes dari atas rumah Hasan Basri yang ternyata bersumber dari kamar mandinya. Tetangga Nasrani bertanya, Mudz Kam Tahmiluna Minni Hadzal Adza? Sejak berapa lama kamu menanggung penderitaan ini akibat kesalahan saya? Hasan Basri menjawab, Mundzu ‘Isyrina Sanah, sejak 20 tahun. Mendengar jawabannya itu, tetangga Nasrani langsung bersyahadat masuk Islam. Ia terpukau dengan akhlaq seorang Muslim yang rela berkorban demi menjaga pertemanan, rela menderita demi kebahagiaan temannya. Bersedia mengorbankan kepentingannya pribadi demi tidak merusak persahabatan. Itulah cinta teman sejati yang berhiaskan budi,” kata Ustadz yang juga Wakil Ketua Pengadilan Agama Waingapu itu.

Di penghujung ceramahnya, Ustadz Fahrurrozi mengingatkan pesan yang disampaikan Haji Rhoma Irama di bait terakhir lagunya bahwa pengorbanan dengan keikhlasan itu sungguh suatu kemuliaan, maka pengorbanan harus diniatkan dalam mencapai ridha Tuhan. (zif)

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)