Shalat Idul Adha, Umat Islam di Waingapu dan Sekitarnya Padati Lapangan Pahlawan

 

SAMSUMBA.com - Sejak sehabis shalat Shubuh, Kamis (29/6/2023), umat Islam di Kecamatan Waingapu dan sekitarnya mulai memadati Lapangan Pahlawan yang menyerupai alun-alun itu. Sekitar pukul 07.00 WITA, shalat dimulai dan diimami oleh Ustadz Ahmad, imam Masjid Al-Anwar Manubara.

Seusai shalat, dilanjutkan dengan khotbah Id yang disampaikan oleh Ustadz Fikraman, S.Pd., pengurus takmir Masjid At-Tawwabin Palahau. Pada kesempatan itu, Ustadz Fikraman mengupas tentang qurban.

“Idul Adha atau Idul Qurban, artinya Hari Raya Penyembelihan. Makna adha dikaitkan dengan udhhiyah atau dhahiyyah, yakni hewan sembelihan. Secara lahir yang disembelih itu seekor hewan qurban sesuai syariat yang dituntunkan, namun maknanya ialah menyembelih hawa nafsu dan segala godaan syaitan yang bermuara pada kepasrahan dan pengabdian diri kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim,” jelasnya.

Kata qurban, sambungnya, berarti sesuatu yang dekat atau mendekatkan, yakni dekat dan mendekatkan diri kepada Allah, sehingga setiap yang berqurban semakin taat hidupnya kepada Allah, yang diwujudkan dengan segala ibadah dan amal shalih atas nama-Nya.

Lebih lanjut diterangkannya, dalam Al-Quran Surat Ash-Shaaffaat Ayat 102-107 secara khusus ibadah qurban dikaitkan dengan kisah penuh makna dari dua figur terkasih Allah, yakni Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail.

“Kisah teladan Ibrahim dan Ismail dalam praktik ibadah qurban menunjukkan jiwa tauhid yang murni dari keluarga Nabi kekasih Allah tersebut. Betapa tinggi dan mendalam jiwa kepasrahan diri untuk berqurban kepada Allah. Bahwa hanya lewat suatu mimpi Ibrahim diikuti Ismail dan kerelaan ibundanya, Siti Hajar berani mengurbankan nyawa demi kebaktian tertinggi kepada Dzat Rabbul Izzati,” ungkapnya.

Meski perintah berqurban, kata Ustadz Fikraman, akhirnya diganti dengan seekor hewan, tetapi ketiganya berhasil membuktikan keimanan tingkat tertinggi selaku hamba-hamba Allah yang iman dan ihsannya yang kokoh dan teguh.

“Karenanya, kita selaku insan beriman patut meneladaninya melalui ibadah qurban dengan seekor hewan yang dituntunkan syariat Islam. Dengan mengorbankan seekor hewan tentu bukanlah hal berat jika dibandingkan dengan nyawa seorang Ismail. Namun sering godaan terbesar kita ialah kecintaan berlebih pada harta dan segala hiasan dunia, sehingga tidak jarang untuk berqurban seekor hewan pun terasa berat,” tuturnya.

Atas dasar itu, Ustadz Fikraman mengajak jamaah untuk memaknai Idul Adha dengan membangkitkan jiwa ikhlas dalam pengabdian diri kepada Allah yang dibuktikan dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Termasuk kerelaan untuk berqurban hewan dan segala bentuk amal jariyah yang membawa kebaikan hidup di dunia dan akhirat.

“Jika ditarik makna hakikinya bahwa penyembelihan hewan qurban itu bersifat simbolik. Sembelihlah segala hawa nafsu yang tumbuh di jiwa untuk dibersihkan dengan jiwa taqwa, sehingga setiap diri kita selaku muslim yang berkemampuan ikhlas berqurban yang muara utamanya menjadi orang-orang yang benar-benar bertaqwa,” urainya.

Menurut Ustadz Fikraman, berqurban seekor hewan selain kemanfaatan daging untuk dikonsumsi dan dibagikan, tidak kalah pentingnya ialah menjadikan diri setiap muslim agar menjadi insan bertakwa sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an Surat Al-Hajj Ayat 37.

“Setelah memahami makna qurban, mari kita wujudkan segala sifat takwa dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan relasi kemanusiaan universal yang berbuah rahmat bagi semesta alam. Segenap insan muslim penting menjadikan Idul Adha dan berqurban sebagai jalan perubahan menebar kebaikan hidup bagi sesama,” pesannya.

Dipesankan lagi, selain menjadikan diri semakin dekat dengan Allah (taqarrub ila Allah) yang membentuk keshalihan diri, dengan Idul Adha dan berqurban setiap muslim semakin tergerak berbuat keshalihan bagi sesama. Mari sebarluaskan semangat altruisme yakni kerelaan berkorban bagi kehidupan bersama untuk membangun kebersamaan dalam kehidupan di masyarakat, sesama umat Islam, dan seluruh keluarga bangsa.

“Pasca Idul Adha setiap muslim perlu merayakan solidaritas sosial sebagai budaya dan praktik sosial untuk memberdayakan saudara-saudara yang lemah, mendorong kaum berpunya untuk mau berbagi, dan menebar segala kebajikan dengan sesama. Budaya solidaritas sosial juga disebarluaskan guna menciptakan harmonisasi sosial yang memupuk benih-benih kepeduliaan, keberbagian, toleransi, welas asih, damai dan saling memajukan yang membawa pada kebajikan hidup kolektif yang luhur dan utama,” seru Ustadz kelahiran Bima itu. (za)

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)