Ia mengutip
sebuah hadits, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada sahabat bernama Abu
Dzar supaya kalau memasak makanan yang berkuah hendaklah memperbanyak kuahnya
lalu membagikan kepada tetangga.
“Karena
zaman sekarang era internet, maka makanan yang berkuah itu harus dikembangkan (kontekstualisasi) sesuai era kekinian. Sehingga kalau punya wifi, hendaklah membagikan password
kepada tetangga agar tetangga ikut menikmati internet,” jelasnya.
Hal itu,
sambungnya, seperti yang dilakukan tetangga sebelah rumahnya, yaitu Ustadz
Andri Riswanto kepadanya.
“Waktu
saya bertanya-tanya kepada Ustadz Andri bagaimana cara berlangganan internet,
beliau langsung membagikan password. Ini contoh yang luar biasa. Kalau pekerjaan
saya dibantu oleh internet dan pekerjaan saya mendapat pahala, maka sekian
persen pahala itu untuk Ustadz Andri,” terangnya.
Awalnya
ia menjelaskan bahwa puasa mengajarkan untuk berempati kepada orang lain. Dengan
lapar dan dahaga, diharapkan seorang muslim punya kepedulian dan kepekaan sosial
untuk membantu saudara-saudaranya yang lain. Tidak heran, di bulan Ramadhan
banyak orang bersedekah dan memberi makan buka puasa. Jadi, puasa hendak
mencetak manusia yang selalu menebarkan manfaat bagi orang lain, dan itu akan
mendapat pahala dari Allah.
Lebih lanjut,
Ustadz Fahrurrozi menegaskan bahwa manusia yang berguna dan bermanfaat bagi
orang lain itu adalah sebaik-baik manusia. Khoirun Nas Anfa’uhum lin Nas.
“Ketahuilah,
jika kita lihat lampu masjid mati, lalu kita belikan lampu baru pakai uang
sendiri, maka ketika lampu itu dimanfaatkan untuk shalat dan mengaji, kita
mendapat pahala. Kita memasang lampu di depan rumah sehingga jalanan terang,
maka setiap kali orang lewat pergi ke masjid, kita mendapat pahala,” imbuhnya. (yad)