(Pimpinan Baznas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
I.
Mukadimah
Zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.
Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dibayar setiap
orang Islam baik bayi, anak-anak maupun orang tua mulai awal bulan Ramadlan
hingga tanggal 1 Syawal sebelum waktu pelaksanaan shalat Idul Fitri yang
berfungsi sebagai pencuci jiwa dan penyempurna pahala puasa Ramadlan.
A. Dasar Wajib
Zakat Fitrah
1. Surat Al-Baqarah:
43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'".
2. Hadits Nabi Muhammad
SAW.
حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما: أن
رسول الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل
حر أو عبد ذكر وأنثى من المسلمين
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan
pada kami Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar RA. Bahwasannya Rasulullah SAW. telah
mewajibkan zakat fitrah 1 Sha’ dari kurma atau 1 Sha’ dari gandum atas tiap orang merdeka atau hamba sahaya,
laki-laki atau perempuan dari golongan orang-orang Muslim”. (Shahih Bukhari,
juz 2, hal 547)
حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن عبيد الله قال حدثني نافع عن ابن عمر رضي الله
عنه قال : فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم صدقة الفطر صاعا من شعير أو صاعا من
تمر على الصغير والكبير والحر والمملوك
“Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidillah berkata: telah
menceritakan kepada saya Nafi’ dari Ibnu Umar RA. berkata, 'Rasulullah SAW.
telah mewajibkan zakat fitrah 1 Sha’ dari gandum atau 1 Sha’ dari kurma atas anak kecil atau orang dewasa, orang
merdeka atau hamba sahaya”. (Shahih Bukhari, juz 2, hal 549)
B. Fungsi Zakat Fitrah
Fungsi zakat fitrah dijelaskan Rasulullah SAW. dalam hadits berikut ini:
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة
للمساكين فمن أدها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ومن أدها بعد الصلاة فهي صد قة من
الصدقات (رواه ابو داود وابن ماجه وصححه حاكم)
“Rasulullah SAW. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi
orang-orang yang berpuasa dari tingkah laku yang sia-sia dan perbuatan yang
kurang baik, sebagai hidangan bagi orang-orang yang miskin. Maka barangsiapa
yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, termasuk zakat yang diterima (dianggap
sebagai zakat fitrah), dan barangsiapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id,
maka digolongkan sebagai shadaqah biasa sebagaimana shadaqah-shadaqah lainnya
(bukan termasuk zakat fitrah)”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Hakim)
C. Syarat Wajib
Zakat Fitrah
Syarat wajib zakat fitrah ada 3 (tiga), yaitu:
1. Islam
2. Telah lahir
pada saat matahari terbenam pada akhir bulan Ramadlan
3. Memiliki
kelebihan bahan makanan/harta untuk dirinya, keluarganya, dan binatang yang
wajib ditanggung nafkahnya untuk malam hari raya dan siangnya.
D. Besarnya Zakat
Fitrah
Besarnya zakat fitrah adalah 1 Sha’/10 Kathi dari bahan makanan pokok daerah setempat/bahan makanan yang biasa dimakan sehari-hari. 1 Sha’ = 3,1 liter (menurut kamus Arabic English Lexicon). 1 Sha’ juga sama dengan 1/6 liter Mesir (11/3 wadah Mesir) atau sama dengan 2167 gram gandum. Apabila di suatu negara makanan pokoknya lebih berat daripada gandum semisal beras, maka wajib untuk menambah dari ukuran tersebut, sehingga untuk kehati-hatian digenapkan menjadi 2,5 Kg (Sesuai ketentuan Baznas RI tahun 2018).
Bahkan bagi yang ingin memperoleh keutamaan sebaiknya digenapkan menjadi
3 Kg bagi yang memiliki kelebihan rizki. Memang ada banyak perbedaan pendapat
tentang besarnya zakat fitrah, karena dalam hadits disebutkan 1 Sha’ (takaran),
lalu dikonversi menjadi timbangan (berat). 1 Sha’ = 4 Mud (4 serok dua tangan
ukuran sedang). Letak perbedaannya terletak pada ukuran tangan seseorang tidak
sama, konversi dari takaran ke timbangan, konversi dari gandum/kurma ke beras,
apalagi kalau dibayar dengan harga (uang) lebih rumit lagi karena harga beras
di suatu daerah berbeda dengan daerah lain, selain itu tingkat kualitas beras
juga berbeda-beda. Dengan demikian, wajar jika terjadi perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam.
Membayar zakat fitrah berbentuk uang menurut Mazhab
Syafi’i tidak diperbolehkan, sedangkan menurut Mazhab Hanafi membolehkannya.
E. Waktu Bayar Zakat
Fitrah
Waktu membayar zakat fitrah ada 5 (lima).
1. Waktu
diperbolehkan = mulai awal Ramadlan sampai hari terakhir.
2. Waktu wajib =
mulai terbenam matahari malam takbiran.
3. Waktu utama = sesudah
shalat subuh sebelum pergi shalat hari raya.
4. Waktu makruh =
sesudah shalat hari raya sebelum terbenam matahari.
5. Waktu haram =
sesudah terbenam matahari pada hari raya.
II.
Tempat Membayar Zakat Fitrah
Allah berfirman dalam Surat At-Taubah Ayat 103 yang berbunyi:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakan untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
Dalam memaknai Ayat 103 Surat At-Taubah ini, Yusuf Qardlawi berpendapat bahwa zakat harus dikumpulkan dan
didistribusikan dengan perantara “Amil’. Hal ini memberi petunjuk kepada kaum
Muslimin bahwa yang mengelola zakat haruslah pemerintah bukan pribadi-pribadi.
Itulah karenanya dalam ayat tersebut dimulai dengan kata “khudz” (ambillah).
Yang berhak mengambil zakat adalah pemerintah bukan orang pribadi.
Sebagai representasi dari pemerintah adalah badan atau
lembaga resmi yang bertugas untuk mengumpulkan zakat secara sah. Menurut UU
Nomor 23 Tahun 2011 ada tiga, yaitu: Baznas, LAZ (Lembaga Amil Zakat), dan UPZ
(Unit Pengumpul Zakat) yang dibentuk oleh pemerintah atau Badan/lembaga yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, tempat membayar zakat
fitrah yang paling utama adalah ke BAZNAS (BAZNAS RI, BAZNAS Provinsi, BAZNAS
Kabupaten atau Kota), LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang telah mendapat izin resmi
dari pemerintah dan UPZ (Unit Pengumpul Zakat), baik yang ada di
masjid-masjid/mushala, sekolah, madrasah, instansi pemerintah, dan lain-lain.
Membayar zakat kepada badan/lembaga resmi pemerintah
atau yang disahkan oleh pemerintah merupakan bentuk ketaatan kepada Allah,
Rasul dan ulil amri (pemerintah) yang sah sebagaimana yang diperintahkan dalam
Al-Qur’an surat An-Nisa’ Ayat: 59 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى
اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dengan demikian, membayar zakat fitrah ke salah satu
dari tiga badan/lembaga tersebut sah menurut agama dan sah menurut pemerintah
sebagaimana sahnya orang menikah melalui KUA (Kantor Urusan Agama). Sebaliknya,
membayar zakat fitrah kepada selain tiga badan/lembaga sebagaimana di atas, sah
menurut agama sebagaimana sahnya nikah sirri, namun belum mentatati pemerintah
yang sah sebagaimana nikah di bawah tangan atau nikah tidak melalui KUA.
Bagaimana dengan panitia zakat fitrah musiman
menjelang hari raya Idul Fitri yang biasa marak dibentuk di masjid, mushala,
sekolah atau lembaga-lembaga lain? Jika lembaga tersebut telah mengantongi
surat resmi sebagai UPZ (Unit Pengumpul Zakat) maka sah. Namun jika tidak,
maka bisa menjadi tidak sah karena status ke ”amilannya” belum sah.
Makna “Amil” adalah pekerja/pegawai yang diberi tugas
pemerintah untuk mengumpulkan dan membagikan zakat, bukan sekedar panitia.
Adapun membayar zakat fitrah kepada fakir/miskin secara langsung adalah sah,
karena sebenarnya tugas amil zakat adalah mewakili muzakki (orang yang
berzakat) untuk menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya.
III.
Zakat Fitrah untuk Pembangunan Masjid
Berdasarkan firman Allah dalam Surat At-Taubah Ayat 60, bahwa yang berhak menerima zakat/mustahik ada 8 yaitu: Orang fakir, Orang miskin, Amil, Mualaf, Hamba sahaya, Orang berutang, Sabilillah dan Ibnu sabil. Tujuan utama zakat fitrah menurut hadits di atas adalah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bicara dan tindakan yang kurang baik (kurang sempurna puasanya) dan untuk memberi makan fakir miskin terutama pada malam dan siang hari raya Idul Fitri, agar para fakir dan miskin di hari kemenangan itu merasakan kebahagiaan. Namun demikian berdasarkan Surat At-Taubah Ayat 60 bahwa shadaqah (zakat) termasuk zakat fitrah adalah untuk 8 asnaf sebagaimana yang disebutkan di atas. Berdasarkan asnaf 8 sebagaimana yang terdapat Surat At-Taubah Ayat 60 tidak ada asnaf untuk pembangunan masjid.
Namun biasanya sebagian umat Islam berdalih
untuk “fi Sabilillah”, sehingga bisa masuk asnaf ketujuh dari 8 asnaf. Walaupun
kebanyakan ulama tafsir memaknai fi sabililah dalam ayat tersebut untuk biaya
perang/jihad melawan orang kafir, sebagaimana Tafsir Jalalain yang memaknai “fi
Sabilillah” sebagai:
(وفي سبيل
الله) أي القائمين بالجهاد ممن لا فيء لهم ولو أغنياء
“Orang-orang yang menegakkan jihad dari orang-orang yang tidak
memperoleh harta fai’ (harta rampasan yang diperoleh dari orang kafir tanpa
melalui peperangan dan kekerasan) walaupun mereka adalah orang-orang kaya”.
(Tafsir Al-Jalalain juz 1 hal 250)”
Apakah membangun masjid bisa dikategorikan sebagai
jihad fi sabilillah? Nampaknya jawabannya akan berbeda-beda tergantung letak
dan kondisi masjid tersebut. Misal, masjid yang berada di daerah mayoritas umat
Islam dan sudah memadai sarana dan prasarananya, apalagi masyarakat/jamaah
mampu membiayainya tanpa harus mengambil zakat fitrah, maka penggunaan zakat
fitrah untuk pembangunan masjid yang demikian kurang tepat (tidak boleh).
Namun jika masjid tersebut terletak di daerah
minoritas umat Islam dan atau masyarakat/jamaahnya tidak mampu membangun masjid
yang layak, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap masjid sangat mendesak,
maka menggunakan zakat fitrah untuk pembangunan masjid tersebut bisa
digolongkan sebagai asnaf ketujuh yaitu fi sabilillah. Ini artinya menggunakan
zakat fitrah untuk pembangunan masjid sebagaimana kondisi masjid yang terakhir
ini sah (diperbolehkan). Wallahu a’lam.