Oleh Dr. KH. Munjahid Alhafidz, M.Ag.
(Pimpinan Baznas Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta)
Zakat wajib didistribusikan sesuai dengan syariat
Islam sebagaimana ketentuan Pasal 25 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat yang menyatakan, “Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai
syariat Islam”. Bagi para amil zakat yang tidak mendistribusikan zakat yang
dikumpulkannya diancam dengan pidana kurungan paling lama 5 tahun penjara dan
atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sebagaimana terdapat pada Pasal 39 UU No. 23 Tahun 2011 yang menyakatan, “Setiap
orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat
sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)”.
Panitia zakat di masjid dan di sekolah adalah para
pejuang tangguh untuk menegakkan ajaran agama Islam. Mereka berupaya untuk
mendidik masyarakat dan para peserta didik untuk mengamalkan ajaran agama
Islam. Panitia ini biasanya dibentuk setiap bulan Ramadan (menjelang hari raya
Idul Fitri). Kebanyakan anggotanya terdiri dari para tokoh agama dan tokoh
masyarakat atau pejabat di masing-masing sekolah/madrasah.
Penulis yakin seyakin-yakinnya bahwa mereka punya misi suci dan niat yang tulus ikhlas. Namun demikian, setelah lahirnya UU No. 23 Tahun 2011, pembentukan panitia harus mendapatkan izin. Ada ancaman pidana bagi panitia zakat baik di masjid-masjid maupun di sekolah-sekolah/madrasah terutama yang belum memiliki SK sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Baznas atau SK UPZIS (Unit Pengumpul Zakat Infak dan Sadaqah) atau nama lainnya dari salah satu LAZ yang telah berizin (legal).
Pasal 38 UU No. 23 Tahun 2011 menyatakan, “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang”. Sedangkan Pasal 41 dengan tegas menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.
Berdasarkan Pasal 38 dan 41 UU No. 23 Tahun 2011
sebagaimana di atas, ternyata tidak semua orang berhak menjadi amil zakat, tetapi
khusus bagi orang-orang yang telah memiliki izin dari pejabat yang berwenang. Yang tergolong sebagai amil zakat adalah:
Pertama, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). BAZNAS adalah
lembaga pemerintah non structural. Yang berhak membentuk BAZNAS adalah
pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai dengan tingkatan masing-masing.
BAZNAS ada 3 tingkatan, tingkat pusat dinamakan BAZNAS, tingkat provinsi
dinamakan BAZNAS Provinsi, tingkat kabupaten/kota dinamakan BAZNAS
kabupaten/kota.
Kedua, LAZ (Lembaga Amil Zakat). Lembaga ini dibentuk oleh
masyarakat dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 UU No. 23
Tahun 2011 sebagai berikut:
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit:
- terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
- berbentuk lembaga berbadan hukum;
- mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
- memiliki pengawas syariat;
- memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
- bersifat nirlaba;
- memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
- bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan
Ketiga, Unit Pengumpul Zakat (UPZ). UPZ ini dibentuk oleh
BAZNAS sesuai dengan tingkatannya. Misal UPZ di BUMN atau instansi pemerintah
tingkat pusat, perusahaan tingkat nasional dibentuk oleh BAZNAS pusat. UPZ pada
BUMD tingkat provinsi, perguruan tinggi dan instansi pemerintah tingkat
provinsi atau instansi vertikal tingkat provinsi dibentuk, perusahaan tingkat
provinsi dibentuk oleh BAZNAS provinsi. UPZ pada BUMD tingkat kabupaten/kota,
instansi pemerintah tingkat kabupaten/kota atau instansi vertikal tingkat
kabupaten/kota, perusahaan tingkat kabupaten/kota dibentuk oleh BAZNAS
kabupaten/kota.
Dari tiga jenis amil zakat sebagaimana di atas, yang paling mudah pembentukannya adalah UPZ. Untuk membentuk UPZ ini, ketua takmir masjid atau kepala sekolah cukup mengajukan surat permohonan SK UPZ kepada BAZNAS sesuai dengan tingkatannya masing-masing dilampiri calon nama-nama dan jabatan yang akan diembannya dalam surat pengajuan SK UPZ yang diajukan kepada BAZNAS. Dalam waktu sekitar satu minggu sudah keluar SK-nya.
Menurut Perbaznas (Peraturan BAZNAS) No. 2 tahun 2016 UPZ masjid diberi kewenangan untuk mendistribusikan/mentasarufkan 100% dari zakat, infak dan sadaqah yang dikelolanya dengan syarat UPZ masjid telah membuat rencana kerja terlebih dahulu. Caranya seluruh pengumpulan ZIS (zakat, infak dan sadaqah) yang dikumpulkan UPZ masjid disetor ke BAZNAS, lalu BAZNAS akan mengembalikan dana tersebut berdasarkan RKAT yang diajukan oleh UPZ masjid kepada BAZNAS. Selain itu, UPZ masjid juga memberikan pelaporannya kepada BAZNAS.
Agar semua yang dilakukan oleh para takmir masjid dan kepala sekolah/madrasah maslahat untuk semua dan berpahala, sebaiknya prosedur pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam dan Undang-Undang yang berlaku di negara Indonesia ini ditaati dan dijalankan dengan baik. Agar ajaran Islam dapat diamalkan dengan baik, negara ikut hadir dalam mengelola zakat sebagaimana kehadiran negara dalam mengelola haji, wakaf dan perkawinan. Ini semua bukan untuk mempersulit menjalankan syariat Islam, akan tetapi sebaliknya yaitu untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pengawasan dalam pengelolaan zakat sehingga dipercaya oleh masyarakat dan lembaga yang dikelolanya menjadi lebih kredibel. Pengelolaan zakat yang tanpa aturan dan pengawasan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah-masalah dalam perjalanannya, minimal dapat menimbulkan kecurigaan dari masyarakat khususnya muzaki dan munfiq. Mari kita taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri.